SUPER BODY YANG DICINTAI
Negara Indonesia adalah negara terkorup nomor 5 didunia yang dinyatakan oleh KPK. Dan hasil Riset lembaga The Political and Economic Risk Consultancy (PERC) masih menempatkan Indonesia di urutan ke 2, disusul Thailand, sebagai negara terkorup di Asia. Riset tersebut dilakukan pada Maret 2009 terhadap 1.700 responden pelaku bisnis di 14 negara Asia, ditambah Australia dan Amerika Serikat. Hal ini merupakan suatu prestasi yang “membanggakan” bagi bangsa ini. Inilah yang menjadi tantangan bagi pemerintah dan generasi muda yang akan datang dan terkhusus KPK. Kompas menyebutkan, jika masalah Korupsi di Indonesia terselesaikan maka 90% masalah di Indonesiapun selesai.
Indonesia memiliki berbagai lembaga hukum seperti Kejaksaan dan kepolisian negara yang selama ini dipercaya untuk menuntaskan kasus-kasus korupsi, tidak menunjukkan hasil yang memuaskan. Itulah yang melatarbelakangi terbentuknya Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (KPTPK) yang dikenal dengan KPK. Yang juga didukung dengan adanya rezim reformasi yang melahirkan Tap MPR No.VIII/MPR/2001, tentang pemberantasan KKN, yang dilanjutkan dengan lahirnya UU No.30/2002. KPK sendiri berdiri sejak 29 Desember 2003.
Berdasarkan visi yang dicanangkan, KPK mempunyai harapan yang cukup mulia, yakni mewujudkan Indonesia bebas dari korupsi. Melakukan pemberantasan korupsi secara professional, intensif, dan berkesinambungan untuk mewujudkan masyarakat yang adil, makmur, sejahtera.
Adapun tugas, wewenang, dan tanggung jawab KPK yaitu Koordinasi dan supervisi dengan instansi yang berwenang melakukan pemberantasan tindak pidana korupsi, melakukan pencegahan, penyelidikan dan penyidikan serta penuntutan terhadap tindak pidana korupsi, melakukan monitor terhadap penyelenggaraan pemerintahan Negara. Yang terpenting bagi KPK adalah membentuk mental antikorupsi kepada masyarakat.
Selama tahun 2008, ketua KPK Antasari Azhar menyatakan telah melakukan penyelidikan sebanyak 70 kasus dan perkara yang sudah inkracht sebanyak 7 perkara. Tidak hanya itu KPK juga melakukan penanganan gratifikasi yang menyelamatkan harta negara uang sejumlah RP. 3,6 miliar dan barang senilai Rp 1,3 miliar.
Yang menjadi nilai tambah bagi KPK yaitu keanggotaannya tidak berasal dari kalangan elit politik yang memiliki maksud-maksud tertentu untuk kepentingan kelompok maupun pribadi. Didalam tubuh KPK terdiri dari orang-orang yang berlatar belakang dari bidang pendidikan yang mengutamakan kemajuan bangsa. KPK pun bekerja sama dengan pihak perguruan tinggi dengan menandatangani Mou. Hal ini dimaksudkan bahwa kinerja KPK tidak sekedar main-main.
KPK Sebagai Solusi
Dari penjabaran diatas, keefisiensi KPK sudah tampak, dengan upaya-upaya yang dilakukan, KPK berhasil menanggkap elit politik “nakal” dan mengembalikan uang negara untuk kepentingan masyarakat luas. Tak heran jika KPK di cintai lebih dari 75% penduduk Indonesia. Sangat jelas, para elit politik “nakal” bagai kebakaran jenggot jika KPK mulai menyelidik kejanggalan-kejanggalan yang membuat masyrakat bertanya-tanya.
Resiko yang menanti atas keberhasilan KPK menjerat balada koruptor pun, menimbulkan banyak pihak yang hendak menjatuhkan KPK sebagai lembaga yang dinilai pahlawan rakyat kecil. Berbagai survei telah dilakukan dan menyatakan penduduk di Indonesia menilai dengan baik usaha Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memberantas korupsi, lebih baik daripada yang dilakukan di negara lain. Telalu banyak puja-puji memang, namun itulah fakta yang terus berkembang di tengah keprihatinan atas negeri ini.
Sudah jelas, KPK harus terus dipertahankan baik kualitas internal maupun dukungan eksternal. Kinerja KPK pun harus lebih maksimal lagi dalam menangani kasus-kasus korupsi. KPK harus tetap mempertahankan kredibilitas keanggotaannya dan menambah jumlah anggota yang juga dapat dipercaya masyarakat. KPK lembaga yang “super body” yang anti korupsi, anti jatuh harga diri dan anti menjilat ludah sendiri.
Jika masyarakat terus mendukung, mengawasi dan menjalin kerjasama yang baik dengan KPK, maka kasus-kasus korupsi di Indonesia satu persatu dapat ditumbangkan. Begitupun pihak pemerintah, seharusnya mendukung penuh kinerja KPK dan bukan menjadi provokator dalam mengkerdilkan KPK.
Jadi, KPK masih efisien dan harus tetap berdiri dengan maksud yang bersih untuk kemajuan negeri ini.
oleh. Hiya salsabillah
Selasa, 20 April 2010
KERAJAAN BANTEN
KERAJAAN BANTEN
A. LATAR BELAKANG
BANTEN awalnya merupakan salah satu dari pelabuhan kerajaan Sunda. Pelabuhan ini direbut 1525 oleh gabungan dari tentara Demak dan Cirebon. Setelah ditaklukan daerah ini diislamkan oleh Sunan Gunung Jati. Kerajaan Banten berawal ketika Kesultanan Demak memperluas pengaruhnya ke daerah barat. Pada tahun 1524/1525, Sunan Gunung Jati bersama pasukan Demak menaklukkan penguasa lokal di Banten, dan mendirikan Kesultanan Banten yang berafiliasi ke Demak.
Anak dari Sunan Gunung Jati ( Hasanudin ) menikah dengan seorang putri dari Sultan Trenggono dan melahirkan dua orang anak. Anak yang pertama bernama Maulana Yusuf. Sedangkan anak kedua menikah dengan anak dari Ratu Kali Nyamat dan menjadi Penguasa Jepara.
Terjadi perebutan kekuasaan setelah Maulana Yusuf wafat (1570). Pangeran Jepara merasa berkuasa atas Kerajaan Banten daripada anak Maulana Yusuf yang bernama Maulana Muhammad karena Maulana Muhammad masih terlalu muda. Akhirnya Kerajaan Jepara menyerang Kerajaan Banten. Perang ini dimenangkan oleh Kerajaan Banten karena dibantu oleh para ulama.
B. LETAK KERAJAAN
Lokasi kerajaan Banten terletak di wilayah Banten sekarang, yaitu di tepi Timur Selat Sunda sehingga daerahnya strategis dan sangat ramai untuk perdagangan nasional. Keberadaanya sedikit dihubungkan dengan masa kejayaan maritim Kerajaan Sriwijaya, yang menguasai Selat Sunda, yang menghubungkan pulau Jawa dan Sumatera. Dan juga dikaitkan dengan keberadaan Kerajaan Sunda Pajajaran, yang berdiri pada abad ke 14 dengan ibukotanya Pakuan yang berlokasi di dekat kota Bogor sekarang ini. Berdasarkan catatan, Kerajaan ini mempunyai dua pelabuhan utama, Pelabuhan Kalapa, yang sekarang dikenal sebagai Jakarta, dan Pelabuhan Banten.
Dari beberapa data mengenai Banten yang tersisa, dapat diketahui, lokasi awal dari Banten tidak berada di pesisir pantai, melainkan sekitar 10 Kilometer masuk ke daratan, di tepi sungai Cibanten, di bagian selatan dari Kota Serang sekarang ini. Wilayah ini dikenal dengan nama “Banten Girang” atau Banten di atas sungai, nama ini diberikan berdasarkan posisi geografisnya. Kemungkinan besar, kurangnya dokumentasi mengenai Banten, dikarenakan posisi Banten sebagai pelabuhan yang penting dan strategis di Nusantara, baru berlangsung setelah masuknya Dinasti Islam di permulaan abad ke 16.
C. KEHIDUPAN POLITIK
Kehidupan Politik
Berkembangnya kerajaan Banten tidak terlepas dari peranan raja-raja yang memerintah di kerajaan tersebut. Dalam perkembangan politiknya, selain Banten berusaha melepaskan diri dari kekuasaan Demak, Banten juga berusaha memperluas daerah kekuasaannya antara lain Pajajaran. Dengan dikuasainya Pajajaran, maka seluruh daerah Jawa Barat berada di bawah kekuasaan Banten. Hal ini terjadi pada masa pemerintahan raja Panembahan Yusuf.
Pada masa pemerintahan Maulana Muhammad, perluasan wilayah Banten diteruskan ke Sumatera yaitu berusaha menguasai daerah-daerah yang banyak menghasilkan lada seperti Lampung, Bengkulu dan Palembang. Lampung dan Bengkulu dapat dikuasai Banten tetapi Palembang mengalami kegagalan, bahkan Maulana Muhammad meninggal ketika melakukan serangan ke Palembang.
Dengan dikuasainya pelabuhan-pelabuhan penting di Jawa Barat dan beberapa daerah di Sumatera, maka kerajaan Banten semakin ramai untuk perdagangan, bahkan berkembang sebagai kerajaan maritim. Hal ini terjadi pada masa pemerintahan Sultan Ageng Tirtayasa. Pemerintahan Sultan Ageng, Banten mencapai puncak keemasannya Banten menjadi pusat perdagangan yang didatangi oleh berbagai bangsa seperti Arab, Cina, India, Portugis dan bahkan Belanda.
Belanda pada awalnya datang ke Indonesia, mendarat di Banten tahun 1596 tetapi karena kesombongannya, maka para pedagang-pedagang Belanda tersebut dapat diusir dari Banten dan menetap di Jayakarta.
Di Jayakarta, Belanda mendirikan kongsi dagang tahun 1602. Selain mendirikan benteng di Jayakarta VOC akhirnya menetap dan mengubah nama Jayakarta menjadi Batavia tahun 1619, sehingga kedudukan VOC di Batavia semakin kuat. Adanya kekuasaan Belanda di Batavia, menjadi saingan bagi Banten dalam perdagangan. Persaingan tersebut kemudian berubah menjadi pertentangan politik, sehingga Sultan Ageng Tirtayasa sangat anti kepada VOC.
Dalam rangka menghadapi Belanda/VOC, Sultan Ageng Tirtayasa memerintahkan melakukan perang gerilya dan perampokan terhadap Belanda di Batavia. Akibat tindakan tersebut, maka Belanda menjadi kewalahan menghadapi Banten. Untuk menghadapi tindakan Sultan Ageng Tirtayasa tersebut, maka Belanda melakukan politik adu-domba (Devide et Impera) antara Sultan Ageng dengan putranya yaitu Sultan Haji. Akibat dari politik adu-domba tersebut, maka terjadi perang saudara di Banten, sehingga Belanda dapat ikut campur dalam perang saudara tersebut.
Belanda memihak Sultan Haji, yang akhirnya perang saudara tersebut dimenangkan oleh Sultan Haji. Dengan kemenangan Sultan Haji, maka Sultan Ageng Tirtayasa ditawan dan dipenjarakan di Batavia sampai meninggalnya tahun 1692. Dampak dari bantuan VOC terhadap Sultan Haji maka Banten harus membayar mahal, di mana Sultan Haji harus menandatangani perjanjian dengan VOC tahun 1684.
Perjanjian tersebut sangat memberatkan dan merugikan kerajaan Banten, sehingga Banten kehilangan atas kendali perdagangan bebasnya, karena Belanda sudah memonopoli perdagangan di Banten. Akibat terberatnya adalah kehancuran dari kerajaan Banten itu sendiri karena VOC/Belanda mengatur dan mengendalikan kekuasaan raja Banten. Raja-raja Banten sejak saat itu berfungsi sebagai boneka.
Raja- raja yang pernah memerintah :
1. Raja Hassanudin
Raja yang meletakkan dasar-dasar pemerintahan kerajaan Banten dan mengangkat dirinya sebagai raja pertama. Pada masa Raja Hassanudin , Kerajjan Banten berkembang cukup pesat , pada saat itu Kerajaan Banten juga diperluas sampai ke Lampung.
2. Panembahan Yusuf
Pada masa ini ia memajaukan sektor pertanian dan peairan selain itu ia merebut pakuan untuk memperluas wilayah kekuasaan kerajaan. Kerajaan padjajaran juga dikuasai olehnya. Ia meninggal karena sakit keras yang dideritaya.
3. Maulana Muhammad
Ia yang mendapat gelar Kanjeng Ratu Banten pada tahun 1596 M . Ia memimpin pasukan kerajaan Banten untuk menyerang Palembang. Tujuannya untuk menduduki Bandar-bandar dagang yang terletak di tepi selat malaka agar bias dijadikan tempat untuk mengumpulka lada dan haslnya bumi lainnya dari Sumatra.
4. Abu Mufakir
Ia dibantu oleh wali kerajaan yang bernama Jayanegara. Akan tetapi, ia sangat dipengaruhi oleh pengasuh pangeran yang bernama Nyai Emban Rangkung.
5. Sutan Agung Tirtayasa
Pada masa Sutan Agung Tirtayasa, Kerjaan banten mencapai masa kejayaanya. Dia berupaya memperluas kerajaannya dan berupaya mengusir Belanda dari Batavia. Pada masa ini ia memajukan aktivitas perdagangan.
D. KEHIDUPAN EKONOMI
Kerajaan Banten yang letaknya di ujung barat Pulau Jawa dan di tepi Selat Sunda merupakan daerah yang strategis karena merupakan jalur lalu-lintas pelayaran dan perdagangan khususnya setelah Malaka jatuh tahun 1511, menjadikan Banten sebagai pelabuhan yang ramai dikunjungi oleh para pedagang dari berbagai bangsa.
Pelabuhan Banten juga cukup aman, sebab terletak di sebuah teluk yang terlindungi oleh Pulau Panjang, dan di samping itu Banten juga merupakan daerah penghasil bahan ekspor seperti lada.
Selain perdagangan kerajaan Banten juga meningkatkan kegiatan pertanian, dengan memperluas areal sawah dan ladang serta membangun bendungan dan irigasi. Kemudian membangun terusan untuk memperlancar arus pengiriman barang dari pedalaman ke pelabuhan. Dengan demikian kehidupan ekonomi kerajaan Banten terus berkembang baik yang berada di pesisir maupun di pedalaman.
E. KEHIDUPAN SOSIAL DAN BUDAYA
Kehidupan masyarakat Banten yang berkecimpung dalam dunia pelayaran, perdagangan dan pertanian mengakibatkan masyarakat Banten berjiwa bebas, bersifat terbuka karena bergaul dengan pedagang-pedagang lain dari berbagai bangsa.
Para pedagang lain tersebut banyak yang menetap dan mendirikan perkampungan di Banten, seperti perkampungan Keling, perkampungan Pekoyan (Arab), perkampungan Pecinan (Cina) dan sebagainya.
Di samping perkampungan seperti tersebut di atas, ada perkampungan yang dibentuk berdasarkan pekerjaan seperti Kampung Pande (para pandai besi), Kampung Panjunan (pembuat pecah belah) dan kampung Kauman (para ulama).
Dalam bidang kebudayaan : Di kerajaan Banten pernah tinggal seorang Syeikh yang bernama Syeikh Yusuf Makassar (1627-1699), ia sahabat dari Sultan Agung Tirtayasa, juga Kadhi di Kerajaan Banten yang menulis 23 buku. Selain itu di Banten pada akhir masa kesultanan lahir seorang ulama besar yaitu Muhammad Nawawi Al-bantani pernah menjadi Imam besar di Masjidil Haram. Ia wafat dan dimakamkan di Makkah, sedikitnya ia telah menulis 99 kitab dalam bidang Tafsir, Hadits, Sejarah, Hukum, tauhid dan lain-lain. Melihat kajiannya yang beragam menunjukkan ia seorang yang luas wawasannya.
Salah satu contoh wujud akulturasi tampak pada bangunan Masjid Agung Banten, yang memperlihatkan wujud akulturasi antara kebudayaan Indonesia, Hindu, Islam di Eropa.
Arsitek Masjid Agung Banten tersebut adalah Jan Lucas Cardeel, seorang pelarian Belanda yang beragama Islam. Kepandaiannya dalam bidang bangunan dimanfaatkan oleh Sultan Ageng Tirtayasa untuk mendirikan bangunan-bangunan gaya Belanda (Eropa) seperti benteng kota Inten, pesanggrahan Tirtayasa dan bangunan Madrasah.
F. FAKTOR PENYEBAB KERUNTUHAN
Masa kekuasaan Sultan Haji
Pada jaman pemerintahan Sultan Haji, tepatnya pada 12 Maret 1682, wilayah Lampung diserahkan kepada VOC. seperti tertera dalam surat Sultan Haji kepada Mayor Issac de Saint Martin, Admiral kapal VOC di Batavia yang sedang berlabuh di Banten. Surat itu kemudian dikuatkan dengan surat perjanjian tanggal 22 Agustus 1682 yang membuat VOC memperoleh hak monopoli perdagangan lada di Lampung
Penghapusan kesultanan
Kesultanan Banten dihapuskan tahun 1813 oleh pemerintah kolonial Inggris. Pada tahun itu, Sultan Muhamad Syafiuddin dilucuti dan dipaksa turun takhta oleh Thomas Stamford Raffles. Tragedi ini menjadi klimaks dari penghancuran Surasowan oleh Gubernur-Jenderal Belanda, Herman William Daendels tahun 1808.[1]
• Penyerahan kekuasaan kepada Sultan Haji
• Sultan Haji terpengaruh oleh Belanda dan bekerja sama
• Sutan Ageng Tirtayasa yang mengambil kekuasaan kembali karena tidak setuju adanya kerjasama dengan Belanda
• Terjadinya penag saudara antara Sutan Ageng Tirtayasa dan Sultan Haji
• Kemenangan Sultan Haji yang me,beri keleluasaan Belanda untuk mengatur Kerajaan Banten
A. LATAR BELAKANG
BANTEN awalnya merupakan salah satu dari pelabuhan kerajaan Sunda. Pelabuhan ini direbut 1525 oleh gabungan dari tentara Demak dan Cirebon. Setelah ditaklukan daerah ini diislamkan oleh Sunan Gunung Jati. Kerajaan Banten berawal ketika Kesultanan Demak memperluas pengaruhnya ke daerah barat. Pada tahun 1524/1525, Sunan Gunung Jati bersama pasukan Demak menaklukkan penguasa lokal di Banten, dan mendirikan Kesultanan Banten yang berafiliasi ke Demak.
Anak dari Sunan Gunung Jati ( Hasanudin ) menikah dengan seorang putri dari Sultan Trenggono dan melahirkan dua orang anak. Anak yang pertama bernama Maulana Yusuf. Sedangkan anak kedua menikah dengan anak dari Ratu Kali Nyamat dan menjadi Penguasa Jepara.
Terjadi perebutan kekuasaan setelah Maulana Yusuf wafat (1570). Pangeran Jepara merasa berkuasa atas Kerajaan Banten daripada anak Maulana Yusuf yang bernama Maulana Muhammad karena Maulana Muhammad masih terlalu muda. Akhirnya Kerajaan Jepara menyerang Kerajaan Banten. Perang ini dimenangkan oleh Kerajaan Banten karena dibantu oleh para ulama.
B. LETAK KERAJAAN
Lokasi kerajaan Banten terletak di wilayah Banten sekarang, yaitu di tepi Timur Selat Sunda sehingga daerahnya strategis dan sangat ramai untuk perdagangan nasional. Keberadaanya sedikit dihubungkan dengan masa kejayaan maritim Kerajaan Sriwijaya, yang menguasai Selat Sunda, yang menghubungkan pulau Jawa dan Sumatera. Dan juga dikaitkan dengan keberadaan Kerajaan Sunda Pajajaran, yang berdiri pada abad ke 14 dengan ibukotanya Pakuan yang berlokasi di dekat kota Bogor sekarang ini. Berdasarkan catatan, Kerajaan ini mempunyai dua pelabuhan utama, Pelabuhan Kalapa, yang sekarang dikenal sebagai Jakarta, dan Pelabuhan Banten.
Dari beberapa data mengenai Banten yang tersisa, dapat diketahui, lokasi awal dari Banten tidak berada di pesisir pantai, melainkan sekitar 10 Kilometer masuk ke daratan, di tepi sungai Cibanten, di bagian selatan dari Kota Serang sekarang ini. Wilayah ini dikenal dengan nama “Banten Girang” atau Banten di atas sungai, nama ini diberikan berdasarkan posisi geografisnya. Kemungkinan besar, kurangnya dokumentasi mengenai Banten, dikarenakan posisi Banten sebagai pelabuhan yang penting dan strategis di Nusantara, baru berlangsung setelah masuknya Dinasti Islam di permulaan abad ke 16.
C. KEHIDUPAN POLITIK
Kehidupan Politik
Berkembangnya kerajaan Banten tidak terlepas dari peranan raja-raja yang memerintah di kerajaan tersebut. Dalam perkembangan politiknya, selain Banten berusaha melepaskan diri dari kekuasaan Demak, Banten juga berusaha memperluas daerah kekuasaannya antara lain Pajajaran. Dengan dikuasainya Pajajaran, maka seluruh daerah Jawa Barat berada di bawah kekuasaan Banten. Hal ini terjadi pada masa pemerintahan raja Panembahan Yusuf.
Pada masa pemerintahan Maulana Muhammad, perluasan wilayah Banten diteruskan ke Sumatera yaitu berusaha menguasai daerah-daerah yang banyak menghasilkan lada seperti Lampung, Bengkulu dan Palembang. Lampung dan Bengkulu dapat dikuasai Banten tetapi Palembang mengalami kegagalan, bahkan Maulana Muhammad meninggal ketika melakukan serangan ke Palembang.
Dengan dikuasainya pelabuhan-pelabuhan penting di Jawa Barat dan beberapa daerah di Sumatera, maka kerajaan Banten semakin ramai untuk perdagangan, bahkan berkembang sebagai kerajaan maritim. Hal ini terjadi pada masa pemerintahan Sultan Ageng Tirtayasa. Pemerintahan Sultan Ageng, Banten mencapai puncak keemasannya Banten menjadi pusat perdagangan yang didatangi oleh berbagai bangsa seperti Arab, Cina, India, Portugis dan bahkan Belanda.
Belanda pada awalnya datang ke Indonesia, mendarat di Banten tahun 1596 tetapi karena kesombongannya, maka para pedagang-pedagang Belanda tersebut dapat diusir dari Banten dan menetap di Jayakarta.
Di Jayakarta, Belanda mendirikan kongsi dagang tahun 1602. Selain mendirikan benteng di Jayakarta VOC akhirnya menetap dan mengubah nama Jayakarta menjadi Batavia tahun 1619, sehingga kedudukan VOC di Batavia semakin kuat. Adanya kekuasaan Belanda di Batavia, menjadi saingan bagi Banten dalam perdagangan. Persaingan tersebut kemudian berubah menjadi pertentangan politik, sehingga Sultan Ageng Tirtayasa sangat anti kepada VOC.
Dalam rangka menghadapi Belanda/VOC, Sultan Ageng Tirtayasa memerintahkan melakukan perang gerilya dan perampokan terhadap Belanda di Batavia. Akibat tindakan tersebut, maka Belanda menjadi kewalahan menghadapi Banten. Untuk menghadapi tindakan Sultan Ageng Tirtayasa tersebut, maka Belanda melakukan politik adu-domba (Devide et Impera) antara Sultan Ageng dengan putranya yaitu Sultan Haji. Akibat dari politik adu-domba tersebut, maka terjadi perang saudara di Banten, sehingga Belanda dapat ikut campur dalam perang saudara tersebut.
Belanda memihak Sultan Haji, yang akhirnya perang saudara tersebut dimenangkan oleh Sultan Haji. Dengan kemenangan Sultan Haji, maka Sultan Ageng Tirtayasa ditawan dan dipenjarakan di Batavia sampai meninggalnya tahun 1692. Dampak dari bantuan VOC terhadap Sultan Haji maka Banten harus membayar mahal, di mana Sultan Haji harus menandatangani perjanjian dengan VOC tahun 1684.
Perjanjian tersebut sangat memberatkan dan merugikan kerajaan Banten, sehingga Banten kehilangan atas kendali perdagangan bebasnya, karena Belanda sudah memonopoli perdagangan di Banten. Akibat terberatnya adalah kehancuran dari kerajaan Banten itu sendiri karena VOC/Belanda mengatur dan mengendalikan kekuasaan raja Banten. Raja-raja Banten sejak saat itu berfungsi sebagai boneka.
Raja- raja yang pernah memerintah :
1. Raja Hassanudin
Raja yang meletakkan dasar-dasar pemerintahan kerajaan Banten dan mengangkat dirinya sebagai raja pertama. Pada masa Raja Hassanudin , Kerajjan Banten berkembang cukup pesat , pada saat itu Kerajaan Banten juga diperluas sampai ke Lampung.
2. Panembahan Yusuf
Pada masa ini ia memajaukan sektor pertanian dan peairan selain itu ia merebut pakuan untuk memperluas wilayah kekuasaan kerajaan. Kerajaan padjajaran juga dikuasai olehnya. Ia meninggal karena sakit keras yang dideritaya.
3. Maulana Muhammad
Ia yang mendapat gelar Kanjeng Ratu Banten pada tahun 1596 M . Ia memimpin pasukan kerajaan Banten untuk menyerang Palembang. Tujuannya untuk menduduki Bandar-bandar dagang yang terletak di tepi selat malaka agar bias dijadikan tempat untuk mengumpulka lada dan haslnya bumi lainnya dari Sumatra.
4. Abu Mufakir
Ia dibantu oleh wali kerajaan yang bernama Jayanegara. Akan tetapi, ia sangat dipengaruhi oleh pengasuh pangeran yang bernama Nyai Emban Rangkung.
5. Sutan Agung Tirtayasa
Pada masa Sutan Agung Tirtayasa, Kerjaan banten mencapai masa kejayaanya. Dia berupaya memperluas kerajaannya dan berupaya mengusir Belanda dari Batavia. Pada masa ini ia memajukan aktivitas perdagangan.
D. KEHIDUPAN EKONOMI
Kerajaan Banten yang letaknya di ujung barat Pulau Jawa dan di tepi Selat Sunda merupakan daerah yang strategis karena merupakan jalur lalu-lintas pelayaran dan perdagangan khususnya setelah Malaka jatuh tahun 1511, menjadikan Banten sebagai pelabuhan yang ramai dikunjungi oleh para pedagang dari berbagai bangsa.
Pelabuhan Banten juga cukup aman, sebab terletak di sebuah teluk yang terlindungi oleh Pulau Panjang, dan di samping itu Banten juga merupakan daerah penghasil bahan ekspor seperti lada.
Selain perdagangan kerajaan Banten juga meningkatkan kegiatan pertanian, dengan memperluas areal sawah dan ladang serta membangun bendungan dan irigasi. Kemudian membangun terusan untuk memperlancar arus pengiriman barang dari pedalaman ke pelabuhan. Dengan demikian kehidupan ekonomi kerajaan Banten terus berkembang baik yang berada di pesisir maupun di pedalaman.
E. KEHIDUPAN SOSIAL DAN BUDAYA
Kehidupan masyarakat Banten yang berkecimpung dalam dunia pelayaran, perdagangan dan pertanian mengakibatkan masyarakat Banten berjiwa bebas, bersifat terbuka karena bergaul dengan pedagang-pedagang lain dari berbagai bangsa.
Para pedagang lain tersebut banyak yang menetap dan mendirikan perkampungan di Banten, seperti perkampungan Keling, perkampungan Pekoyan (Arab), perkampungan Pecinan (Cina) dan sebagainya.
Di samping perkampungan seperti tersebut di atas, ada perkampungan yang dibentuk berdasarkan pekerjaan seperti Kampung Pande (para pandai besi), Kampung Panjunan (pembuat pecah belah) dan kampung Kauman (para ulama).
Dalam bidang kebudayaan : Di kerajaan Banten pernah tinggal seorang Syeikh yang bernama Syeikh Yusuf Makassar (1627-1699), ia sahabat dari Sultan Agung Tirtayasa, juga Kadhi di Kerajaan Banten yang menulis 23 buku. Selain itu di Banten pada akhir masa kesultanan lahir seorang ulama besar yaitu Muhammad Nawawi Al-bantani pernah menjadi Imam besar di Masjidil Haram. Ia wafat dan dimakamkan di Makkah, sedikitnya ia telah menulis 99 kitab dalam bidang Tafsir, Hadits, Sejarah, Hukum, tauhid dan lain-lain. Melihat kajiannya yang beragam menunjukkan ia seorang yang luas wawasannya.
Salah satu contoh wujud akulturasi tampak pada bangunan Masjid Agung Banten, yang memperlihatkan wujud akulturasi antara kebudayaan Indonesia, Hindu, Islam di Eropa.
Arsitek Masjid Agung Banten tersebut adalah Jan Lucas Cardeel, seorang pelarian Belanda yang beragama Islam. Kepandaiannya dalam bidang bangunan dimanfaatkan oleh Sultan Ageng Tirtayasa untuk mendirikan bangunan-bangunan gaya Belanda (Eropa) seperti benteng kota Inten, pesanggrahan Tirtayasa dan bangunan Madrasah.
F. FAKTOR PENYEBAB KERUNTUHAN
Masa kekuasaan Sultan Haji
Pada jaman pemerintahan Sultan Haji, tepatnya pada 12 Maret 1682, wilayah Lampung diserahkan kepada VOC. seperti tertera dalam surat Sultan Haji kepada Mayor Issac de Saint Martin, Admiral kapal VOC di Batavia yang sedang berlabuh di Banten. Surat itu kemudian dikuatkan dengan surat perjanjian tanggal 22 Agustus 1682 yang membuat VOC memperoleh hak monopoli perdagangan lada di Lampung
Penghapusan kesultanan
Kesultanan Banten dihapuskan tahun 1813 oleh pemerintah kolonial Inggris. Pada tahun itu, Sultan Muhamad Syafiuddin dilucuti dan dipaksa turun takhta oleh Thomas Stamford Raffles. Tragedi ini menjadi klimaks dari penghancuran Surasowan oleh Gubernur-Jenderal Belanda, Herman William Daendels tahun 1808.[1]
• Penyerahan kekuasaan kepada Sultan Haji
• Sultan Haji terpengaruh oleh Belanda dan bekerja sama
• Sutan Ageng Tirtayasa yang mengambil kekuasaan kembali karena tidak setuju adanya kerjasama dengan Belanda
• Terjadinya penag saudara antara Sutan Ageng Tirtayasa dan Sultan Haji
• Kemenangan Sultan Haji yang me,beri keleluasaan Belanda untuk mengatur Kerajaan Banten
Langganan:
Postingan (Atom)